Rabu, 11 Januari 2012

uji aktivitas biji pepaya terhadap bakteri staphlococus aureus.


LAPORAN  TUGAS AKHIR

UJI AKTIVITAS EKSTRAK  BIJI PEPAYA
TERHADAP BATERI STAPHYLOCOCUS AUREUS






Oleh :

  IMAN SYAIFUL RACHMAN      NIM 1O.O43


LABORATORIUM MIKROBIOLOGI
AKADEMI FARMASI PUTRA INDONESIA MALANG
JULI 2011
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya berkat limpahan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir yang berjudul “ UJI AKTIVITAS EKSTRAK BIJI PEPAYA TERHADAP BAKTERI STAPHYLOCOCUS AUREUS”. Tugas akhir ini disusun sebagai persyaratan menyelesaikan pendidikan praktikum mikrobiologi
Dalam penyusunan Tugas Akhir ini penulis banyak mendapatkan pengarahan ,bimbingan dan saran dari berbagai pihak .Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1.                            Ernanin Dyah W,S,SI,MP sebagai koordinator praktikum mikrobiologi
2.                            Sofyan Hadi, A.md.Farm sebagai fasilitator praktikum mikrobiologi
3.                            Rizal Pratama N.S Farm .Apt sebagai fasilitator praktikum mikrobiologi

Penulis menyadari bahwa di dalam penulisan Tugas Akhir ini masih banyak kekurangan ,untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun itu yang di harapkan
Akhirnya penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat khususnya bagi praktikum yang akan dilakukan.






     Malang,  Juli  2011


                                                                                                            Penulis



DAFTAR ISI


HALAMAN SAMPUL DEPAN..........................................................................    i
KATA PENGANTAR........................................................................................    ii
DAFTAR ISI................................................................................................................        iii
BAB 1  :          PENDAHULUAN......................................................................      1
                        1.1 Latar Belakang.......................................................................     1
                        1.2 Tujuan Penelitian......................................................................   2
                        1.3 Manfaat Penelitian ...................................................................   2 
BAB 2  :          TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 3
                        2.1 Klasisifikasi tumbuhan...............................................................  4
                        2.2 Nama daerah.............................................................................  4
                        2.3 Penyakit diare ..........................................................................  5
                        2.4 Simplisia................................................................................... 5
                        2.5 Ekstraksi..................................................................................  6
                        2.6 Etanol......................................................................................  7
                        2.7 Cara Penyaringan....................................................................... 8
                      2.8 Bakteri Staphylococus Aureus...................................................... 9
                        2.9 Anti Bakteri...............................................................................        11
                        2.10 Uji Aktifitas Antimikroba………………………………………       12
2.11. Resistensi………………………………………………………       15
BAB 3 :        METODE KERJA……………………………………………………        17
                        3.1 Waktu dan tempat …………………………………………………    17
                        3.2  Alat dan bahan …………………………………………………        17
                        3.3 Cara kerja ……………………………………………………….       18
BAB 4:            DATA HASIL PENGAMATAN …………………………………….      24
                        4.1 Data hasil pengamatan ……………………………………………     24
                        4.2 Analisa pengamatan ………………………………………………     26
                        4.3 Analisa hasil ………………………………………………………     28
BAB 5             KESIMPULAN ……………………………………………………….     29
                    $3B    5.1 Kesimpulan ………………………………………………………      29
                        5.2 Saran ………………………………………………………………    29

                       
BAB I
PENDAHULUAN

1.1        Latar Belakang
Indonesia adalah Negara yang kaya akan sumber daya alam yang dapat di manfaatkan sebagai obat tradisional .Obat tradisional merupakan obat yang berasal dari tumbuhan , hewan, mineral atau campuran dari bahan yang belum mempunyai uji klinis dan di pergunakan untuk pengobatan yang berdasarkan pengalaman . Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan ternyata tidak mampu begitu saja menghilangkan arti pengobatan tradisional. Apalagi keadaan perekonomian Indonesia saat ini yang dapat mengakibatkan harga obat – obatan modern menjadi mahal. Oleh karena itu salah satu pengobatan alternatif yang dapat dilakukan adalah meningkatkan penggunaan tumbuhan berkhasiat obat dikalangan masyarakat. Agar peranan obat tradidional dalam pelayanan kesehatan masyarakat dapat ditingkatkan, perlu dilakukan upaya pengenalan, penelitian, pengujian dan pengembangan khasiat dan keamanan suatu tumbuhan obat.
Salah satu tanaman yang dapat di gunakan sebagai obat adalah biji papaya. Biji pepaya dapat mengobati untuk obat cacing, peluruh haid, menambah nafsu makan, meluruhkan haid dan menghilangkan sakit serta penyakit diare. Pengujian aktivitas anti bakteri ekstrk biji papaya sebaiknya dilakukan terhadap bakteri yang dapat menyebabkan penyakit diare, salah satu bakteri yang dapat menginfeksi adalah staphylococcus aureus.
Metode yang dapat digunakan dalam pengujian aktivitas bakteri ekstrak biji pepaya adalah dengan menggunakan metode houl plate, semua ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan atau kekuatan ekstrak biji pepaya dalam menghambat atau mematikan bakteri staphlococus Aureus ,dengan cara mengukur zona daerah hambatan yang terdapat disekiar zat uji. Metode houl plate di gunakan untuk bahan yang berbentuk setengah padat sampai bahan padat.




1


1.2        Manfaat
a.                        Untuk mengetahui ketahanan (kekuatan) ekstrak biji pepaya terhadapat bakteri penyebab diare yaitu bakteri Staphylococus Aureus

1.3        Tujuan
·         Untuk mengetahui uji anti bakteri ekstrak biji papaya terhadap bakteri Staphlococus Aureus
·         Untuk mengetahui  diameter daerah hambatan di sekitar lubang sebagai daerah hambatan terhadap bakteri Staphlococus Aureus.





















2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

 2.1      BIJI PEPAYA
Tanaman pepaya  berbentuk batang yang lurus, bulat silindris, di atas bercabang atau tidak bercabang, sebelah dalam berongga, tinggi 2,5-10,0 m. Daun berjejal pada ujung batang dan ujung cabang (roset), tangkai daun bulat silindris, berongga, bertulang daun menjari, ujung runcing. Bunga jantan pada tandan seperti  malai dan bertangkai panjang, kelopak sangat kecil, mahkota berbentuk terompet, putih kekuningan. Bunga betina kebanyakan berdiri sendiri, daun mahkota lepas atau hampir lepas, putih kekuning-kuningan,  bakal buah beruang satu, kepala putik lima, duduk. Buah berbentuk buni bulat telur memanjang, berdaging, dengan biji banyak (Steenis, 1997).
Getah pepaya mengandung enzim papain yang dapat melarutkan putih telur. Tanaman pepaya memiliki kandungan senyawa karpain, yang dapat menurunkan tekanan darah, membunuh mikrobia, cacing dan juga mengandung sedikit damar (Soediroatmodjo dan Soetomo, 1988). Karpain merupakan suatu alkaloid yang diisolasi dari tanaman pepaya yang memiliki aktivitas antimikrobia (Labhsetwar, 1997). Menurut Bell (1999), aktivitas antimikrobia pada beberapa bagian tumbuhan pepaya antara lain
 A. Getah dan ekstrak akar menghambat pertumbuhan Candida albica
B. Ekstrak biji menunjukkan sifat bakteriostatik terhadap S. aureus, E. coli,  Salmonella typhi dan        Bacillus subtilis secara in vitro.
C. Alfa-D-mannosidase dan N-asetil-beta-D-glukosaminidase (diisolasi dari getah) menghambat pertumbuhan khamir.

Pepaya bersifat manis dan netral. Akar berguna sebagai peluruh kencing(diuretik), obat cacing, penguat lambung, serta perangsang kulit. Biji dapatdipakai untuk obat cacing dan peluruh haid. Buah matang dapat memacu enzimpencdrnaan, peluruh empedu (cholagogue), menguatkan lambung (stomakik) dan
antiscorbut. Buah mentah bermanfaat sebagai pencahar ringan (laxative), peluruhkencing, pelancar keluarnya ASI (galaktagog), dan abortivum. Daun dapat
menambah nafsu makan, meluruhkan haid dan menghilangkan sakit (analgetik)
(Dalimarta dan Hembing,1994).
3
2.1.1  Klasifikasi Ilmiah
Kingdom        : Plantae
Divisio            : Spermatophyta
Sub division    : Angiospermae
Kelas               : Dicotylidonae
Ordo                : Caricalis
Famili              : Caricaceae
Spesies             : Carica papaya L (Backer, 1968)
2.1.2   Nama Daerah
            Carica papaya di kenal dengan nama pepaya (Indonesia)
            Kates              : Jawa, Madura,lampung
            Gedang         : Sunda
            Renten           : Aceh
            Bima               : Kampaya
            Makasar        : Until jawa






4

 

2.1.3 Penyakit Diare

Diare adalah sebuah penyakit di mana penderita mengalami buang air besar yang sering dan masih memiliki kandungan air berlebihan. Kondisi ini merupakan gejala dari luka, penyakit, alergi (fructose, lactos, penyakit dari makanan atau kelebihan vitamin C ) dan biasanya disertai sakit perut, dan seringkali enek dan muntah. Ada beberapa kondisi lain yang melibatkan tapi tidak semua gejala diare, dan definisi resmi medis dari diare adalah defekasi yang melebihi 200 gram per hari. Hal ini terjadi ketika cairan yang tidak mencukupi diserap oleh usus besar. Sebagai bagian dari proses digestasi, atau karena masukan cairan, makanan tercampur dengan sejumlah besar air. Oleh karena itu makanan yang dicerna terdiri dari cairan sebelum mencapai usus besar. Usus besar menyerap air, meninggalkan material yang lain sebagai kotoran yang setengah padat.
                 Diare kebanyakan disebabkan oleh beberapa infeksi virus tetapi juga seringkali akibat dari racun bakteria. Dalam kondisi hidup yang bersih dan dengan makanan mencukupi dan air tersedia, pasien yang sehat biasanya sembuh dari infeksi virus umum dalam beberapa hari dan paling lama satu minggu. Namun untuk individu yang sakit atau kurang gizi, diare dapat menyebabkan dehidrasi yang parah dan dapat mengancam jiwa bila tanpa perawatan.


2.1.4 Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yangbelum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain simplisiamerupakan bahan yang dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati,simplisia hewani, simplisia pelikan atau mineral          (Anonim, 1985).
Sebagai bahan simplisia, tumbuhan obat dapat berupa tumbuhan liar atauberupa tumbuhan budidaya. Tumbuhan liar umumnya kurang baik untuk dijadikanbahan simplisia jika dibandingkan dengan hasil budidaya, karena simplisia yangdihasilkan mutunya tidak seragam (Anonim, 2005).                        




5
2.1.5  Ekstaksi
            Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain. Seringkali campuran bahan padat dan cair (misalnyabahan alami)tidak dapat atau sukar sekali dipisahkan dengan metode pemisahan mekanis atau termis yang telah dibicarakan. Misalnya saja,karena komponennya saling bercampur secara sangat erat, peka terhadap panas,beda sifat-sifat fisiknya terlalu kecil, atautersediadalamkonsentrasiyangerlalurendah.
            Dalam hal semacam. itu, seringkali ekstraksi adalah satu-satunya proses yang dapat digunakan atau yang mungkin paling ekonomis. Sebagai contoh pembuatan ester (essence) untuk bau-bauan dalam pembuatan sirup atau minyak wangi, pengambilan kafein dari daun teh, biji kopi atau biji coklat dan yang dapat dilihat sehari-hari ialah pelarutan komponen-komponen kopi dengan menggunakan air panas dari biji kopi yang telah dibakar atau digiling.Factor yang mempengaruhi kecepatan penyarian adalah kecepatan difusi zat yang larut melalui lapisan-lapisan batas antara cairan penyari dengan bahan yang mengandung zat tersebut.
Pemilihan pelarut atau cairan penyari harus mempertimbangkan banyak faktor.
         Cairan penyari yang baik harus memenuhi kriteria berikut ini:
a.Murah dan mudah diperoleh
b.Stabil secara fisika dan kimia
c.Bereaksi netral
d.Tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar
e.Selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki
f.Tidak mempengaruhi zat berkhasiat
Untuk ekstraksi ini Farmakope Indonesia menetapkan bahwa sebagai cairan penyari adalah air,etanol,etanol – air atau eter.Pengekstraksian pada perusahaan obat tradisional masih terbatas pada penggunaan cairan penyari air, etanol atau etanol – air.
 Air dipertimbangkan sebagai penyari karena:
                   1. Murah dan mudah diperoleh
                   2. Stabil
                   3. Tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar
                   4. Tidak beracun, alamiah
6
Kerugian penggunaan air sebagai penyari:
1. Tidak selektif
2. Sari dapat ditumbuhi kapang dan kuman serta cepat rusak
3. Untuk pengeringan diperlukan waktu lama
            Air disamping melarutkan garam alkaloid, minyak menguap, glikosida, tanin dan gula, juga melarutkan gom, pati, protein, lendir, enzim, lilin, lemak, pectin, zat warna dan asam organic. Dengan demikian penggunaan air sebagai cairan penyari kurang menguntungkan. Disamping zat aktif ikut tersari juga zat lain yang tidak diperlukan atau malah mengganggu proses pembuatan sari seperti gom, pati, protein, lemak, enzim, lendir dan lain-lain.
            Air merupakan tempat tumbuh bagi kuman, kapang dan khamir, karena itu pada pembuatan sari dengan air harus ditambah zat pengawet. Air dapat melarutkan enzim. Enzim yang terlarut dengannya air akan menyebabkan reaksi enzimatis, yang mengakibatkan penurunan mutu. Disamping itu adanya air akan mempercepat proses hidrolisa.Untuk memekatkan sari air dibutuhkan waktu dan bahan bakar lebih banyak bila dibandingkan dengan etanol.

2.1.6 Etanol
           Etanol dipertimbangkan sebagai penyari karena:
           1. Lebih selektif
           2. Kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas
           3. Tidak beracun
           4. Netral
           5. Absorbsinya baik
           6. Etanol dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan
           7. Panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit.
            Sedang kerugiannya adalah bahwa etanol mahal harganya.Etanol dapat melarutkan alkaloida basa, minyak menguap, glikosida, kurkumin, kumarin, antrakinon, flavonoid, steroid, damar dan klorofil. Lemak, malam, tannin, dan saponin hanya sedikit larut hanya terbatas.


7
2.1.7  CARA –CARA PENYARINGAN
A.    Maserasi
Merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding seldan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dank arena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dsalam sel dengan yang diluar sel,maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar sel dengan larutan di dalam sel.
            Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, stirak dan lain-lain.Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol, atau pelarut lain. Bila cairan penyari digunakan air maka untuk mencegah timbulnya kapang, dapat ditambahkan bahan pengawet,yangdiberikanpadapenyarian.
- Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan sederhana dan mudah diusahakan.
- Kerugian cara maerasi adalah pengerjaanya lama,dan penyariannya kurang sempurna.
(Anonim, 1986).

B.     PERKOLASI
             Cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain: gaya berat, kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya kapiler dan daya geseran (friksi). Cara perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena:
a.)Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi.
b.)Ruangan diantara serbuk-serbuk simplisia membentuk saluran tempat mengalir cairan penyari.karena kecilnya saluran kapiler tersebut,maka kecepatan pelarut cukup untuk mengurangilapisan batas,sehingga dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi.
(Anonim, 1986).

8
2.1.8  Bakteri Staphylococus Aureus




   2.1.7.1  Klasifikasi
                    Divisio : Protophyta
Subdivisio : Schizomycetea
Kelas : Schizomycetes
Ordo : Eubacteriales
Famili : Micrococcaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus aureus ( Salle, 1961)

2.1.7.2  Morfologi Bakteri
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram Positif, tidak bergerak, tidak berspora dan mampu membentuk kapsul. (Boyd, 1980), berbentuk kokus dan tersusun seperti buah anggur (Todar, 2002) sebagaimana terlihat pada gambar 2.4. Ukuran Staphylococcus berbeda-beda tergantung pada media pertumbuhannya. Apabila ditumbuhkan pada media agar, Staphylococcus memiliki diameter 0,5-1,0 mm dengan koloni berwarna kuning. Dinding selnya mengandung asam teikoat, yaitu sekitar 40% dari berat kering dinding selnya. Asam teikoat adalah beberapa kelompok antigen dari Staphylococcus. Asam teikoat mengandung aglutinogen dan N-asetilglukosamin. (Boyd, 1980).
Staphylococcus aureus adalah bakteri aerob dan anaerob, fakultatif yang mampu menfermentasikan manitol dan menghasilkan enzim koagulase, hyalurodinase, fosfatase, protease dan lipase. Staphylococcus aureus mengandung lysostaphin yang dapat menyebabkan lisisnya sel darah merah. Toksin yang dibentuk oleh Staphylococcus aureus adalah haemolysin alfa, beta, gamma delta dan apsilon.,

9
Enterotosin dan eksoenzim dapat menyebabkan keracunan makanan terutama yang mempengaruhi saluran pencernaan. Leukosidin menyerang leukosit sehingga daya tahan tubuh akan menurun. Eksofoliatin merupakan toksin yang menyerang kulit dengan tanda-tanda kulit terkena luka bakar. (Boyd, 1980; Schlegel, 1994).
Suhu optimum untuk pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah 35o – 37o C dengan suhu minimum 6,7o C dan suhu maksimum 45,4o C. Bakteri ini dapat tumbuh pada pH 4,0 – 9,8 dengan pH optimum 7,0 – 7,5. Pertumbuhan pada pH mendekati 9,8 hanya mungkin bila substratnya mempunyai komposisi yang baik untuk pertumbuhannya. Bakteri ini membutuhkan asam nikotinat untuk tumbuh dan akan distimulir pertumbuhannya dengan adanya thiamin.
Pada keadaan anaerobik, bakteri ini juga membutuhkan urasil. Untuk pertumbuhan optimum diperlukan sebelas asam amino, yaitu valin, leusin, threonin, phenilalanin, tirosin, sistein, metionin, lisin, prolin, histidin dan arginin. Bakteri ini tidak dapat tumbuh pada media sintetik yang tidak mengandung asam amino atau protein.
(Supardi dan Sukamto, 1999).

Selain memproduksi koagulase, S. aureus juga dapat memproduksi berbagai toksin, diantaranya :1. Eksotoksin-a yang sangat beracun
2. Eksotoksin-b yang terdiri dari hemosilin, yaitu suatu komponen yang dapat menyebabkan lisis pada  sel darah merah.
3. Toksin F dan S, yang merupakan protein eksoseluler dan bersifat leukistik.
4. Hialuronidase, yaitu suatu enzim yang dapat memecah asam hyaluronat di dalam tenunan sehingga mempermudah penyebaran bakteri ke seluruh tubuh.
5. Grup enterotoksin yang terdiri dari protein sederhana. (Supardi dan Sukamto, 1999).
Staphylococcus aureus hidup sebagai saprofit di dalam saluran-saluran pengeluaran lendir dari tubuh manusia dan hewan-hewan seperti hidung, mulut dan tenggorokan dan dapat dikeluarkan pada waktu batuk atau bersin. Bakteri ini juga sering terdapat pada pori-pori dan permukaan kulit, kelenjar keringat dan saluran usus. Selain dapat menyebabkan intoksikasi, S. aureus juga dapat menyebabkan bermacam-macam infeksi seperti jerawat, bisul, meningitis, osteomielitis, pneumonia dan mastitis pada manusia dan hewan.   (Supardi dan Sukamto, 1999)


10
2.1.9  ANTI BAKTERI
Antibakteri merupakan bahan yang dapat mengganggu pertumbuhan dan metabolisme bakteri. Antibakteri dapat bersifat bakteriostatik yaitu menghambat pertumbuhan bakteri atau bakterisidal sebagai bahan yang dapat mematikan bentuk-bentuk vegetatif bakteri  (Pelczar dan Chan, 1988). Menurut Lay (1994), bahan antibakteri dapat bersifat bakteriostatik pada konsentrasi rendah, namun bersifat bakterisidal pada konsentrasi tinggi. Antibakteri merupakan bahan antimikrobia yang khusus digunakan untuk kelompok bakteri. Berdasarkan mekanisme kerjanya, antimikrobia dapat dibagi dalam 4 kelompok (Brooks et al., 2002) :
a.Antimikrobia yang menghambat sintesis dinding sel
b.Antimikrobia yang mengakibatkan perubahan permeabilitas membran sel atau menghambat    pengangkutan aktif melalui membran sel
c.Antimikrobia yang menghambat sintesis protein
d.Antimikrobia yang menghambat sintesis asam nukleat

2.8.1    Faktor- faktor yang mempengaruhi kerja anti bakteri
                        1.suhu
                        2. Konsentrasi senyawa anti bakteri
                        3.Spesies mikroorganisme
                        4. Jumlah mikroorganisme
                        5.Keasaman ph












11

2.1.10   Uji Aktifitas Antimikroba
Penentuan kepekaan bakteri patogen terhadap antimikroba dapat dilakukandengan salah satu dari dua metode pokok yakni dilusi atau difusi. Penting sekaliuntuk menggunakan metode standar untuk mengendalikan semua faktor yangmempengaruhi aktivitas antimikroba (Jawetz et al., 2005).
Uji aktivitas antimikrobia merupakan uji kepekaan antibiotik atau bahan antimikrobial terhadap mikrobia patogen (Lay, 1994). Menurut Bailey and Scott (1966) dan Lay (1994) metode yang digunakan untuk uji aktivitas antimikrobia secara in vitro ada 2 macam yaitu  :A.Metode Difusi
            Metode difusi adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan menggunakan bulatan kertas saring yang telah ditetesi berbagai antibiotik, diletakkan di atas medium agar dalam cawan petri yang telah diinokulasi dengan mikroorganisme uji. Penghambatan pertumbuhan terlihat sebagai zona jernih di sekitar bulatan kertas saring yang diukur setelah inkubasi selama 18-24 jam. Pengujian difusi dengan cara lain yaitu membuat sumuran pada medium agar dengan garis tengah tertentu dan diisi dengan larutan antibiotik yang digunakan. Metode difusi merupakan metode yang biasa digunakan karena metode ini mudah dan relatif murah.
B.Minimum Inhibitory Concentration (MIC)
Minimum Inhibitory Concentration (MIC) adalah uji aktivitas antibiotik atau bahan antimikrobia dengan mengetahui konsentrasi terendah bahan antimikrobial yang masih mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme uji. Dalam uji ini diperlukan suspensi mikroorganisme uji yang dimasukkan dalam medium. Mikroorganisme uji dimasukkan dalam medium yang berisi berbagai konsentrasi bahan antimikrobia. Minimum Inhibitory Concentration digunakan sebagai petunjuk konsentrasi antibiotik yang mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan juga memberikan petunjuk mengenai dosis yang diperlukan dalam pengobatan penyakit. Suspensi mikroorganisme uji  ditambah pada tabung seri pengenceran yang berisi antibiotik dan pertumbuhan mikroorganisme dilihat dari kekeruhan dalam tabung, sehingga kemampuan antibiotik secara in vitro dapat ditentukan. Minimum Inhibitory Concentration dapat pula ditentukan dengan penggunaan satu konsentrasi antibiotik dan membandingkan kecepatan pertumbuhan mikroorganisme dalam tabung kontrol dan tabung yang berisi antibiotik.
12

Metode uji sensitivitas yaitu :
Ø  Metode Dilusi
Pada prinsipnya antibiotik diencerkan hingga diperoleh beberapa konsentrasi. Metode yang dipakai ada dua macam, yaitu metode dilusi kaldu disebut juga dengan dilusi cair dan metode dilusi agar atau dilusi padat. Pada dilusi cair, masing – masing konsentrasi obat ditambah suspense kuman atau bakteri dalam media. Sedangkan dalam dilusi padat, tiap konsentrasi obat dicampur dengan media agar, lalu ditanami bakteri. Pertumbuhan bakteri ditandai oleh adanya kekeruhan setelah 16 – 20 jam diinkubasi. Konsentrasi terendah yang menghambat pertumbuhan bakteri ditunjukkan dengan tidak adanya kekeruhan, dan disebut dengan Konsentrasi Hambat Minimal (KHM). Masing – masing konsentrasi antibiotic yang menunjukkan hambatan pertumbuhan ditanam pada agar padat media pertumbuhan bakteri dan diinkubasi. Konsentrasi terendah dari antibiotic yang membunuh 99,9% inokulum bakteri disebut Konsentrasi Bakterisid Minimal (KBM) 
Ø  Metode Difusi
Media difusi menggunakan kertas disk yang berisi antibiotik dan telah diketahui konsentrasinya. Pada metode difusi, media yang dipakai adalah agar Mueller Hinton. Ada beberapa cara pada metode difusi ini, yaitu:
a.       Cara Kirby – Bauer
Merupakan suatu metode uji sensitivitas bakteri yang dilakukan dengan membuat suspensi bakteri pada media Brain Heart Infusion (BHI) cair dari koloni pertumbuhan kuman 24 jam, selanjutnya disuspensikan dalam 0,5 ml BHI cair (diinkubasi 4 – 8 jam pada suhu 370 C). Hasil inkubasi bakteri diencerkan sampai sesuai dengan standar konsentrasi kuman 108 CFU / ml (CFU : Coloni Forming Unit). Suspensi bakteri diuji sensitivitas dengan meratakan suspensi bakteri tersebut pada permukaan media agar. Disk antibiotik diletakkan di atas media tersebut dan kemudian di inkubasi pada suhu 370 C selama 19 – 24 jam.






13
Dibaca hasilnya :
·         Zona radical
Suatu daerah disekitar disk dimana sama sekali tidak ditemukan adanya pertumbuhan bakteri. Potensi antibiotic diukur dengan mengukur diameter dari zona radical. 
·         Zona iradica
Suatu daerah disekitar disk yang menunjukkan pertumbuhan bakteri dihambat oleh antibiotic tersebut, tapi tidak dimatikan. Disini akan terlihat adanya pertumbuhan yang kurang subur atau lebih jarang disbanding dengan daerah diluar pengaruh antibiotic tersebut.

a.       Cara sumuran (hole plate)
Suspensi bakteri 108 CFU / ml diratakan pada media agar, kemudian agar tersebut dibuat   sumuran dengan garis tengah tertentu menurut kebutuhan. Larutan antibiotik yang digunakan  diteteskan kedalam sumuran. Diinkubasi pada suhu 370 C selam 18 – 24 jam. Dibaca hasilnya, seperti pada cara Kirby – Bauer

b.      Cara pour plate
Setelah dibuat suspensi kuman dengan larutan BHI sampai konsentrasi standar (108 CFU / ml), lalu diambil satu mata ose dan dimasukkan ke dalam 4 ml agar base 1,5% dengan temperature 500C. Suspensi kuman tersebut dibuat homogeny dan dituang pada media agar MULLER Hilton. Setelah beku, kemudian dipasang disk antibiotik (diinkubasi 15 – 20 jam pada suhu 370C) dibaca dan disesuaikan dengan standar masing – masing antibiotik).








14
2.1.11. Resistensi
Dalam pengobatan penyakit infeksi salah satu masalah sulit yang dihadapikini adalah terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotik yang digunakan (Volkdan Wheeler, 1993).
Berkembangnya resistensi terhadap obat-obatan hanyalah salah satu contoh proses alamiah yang tak pernah ada akhirnya yang dilakukanoleh organisme untuk mengembangkan toleransi terhadap keadaan lingkungan
yang baru. Resistensi terhadap obat pada suatu mikroorganisme dapat disebabkanoleh suatu faktor yang memang sudah ada pada mikroorganisme itu sebelumnyaatau mungkin juga faktor itu diperoleh kemudian (Pelczar dan Chan, 1988).
Mikroorganisme dapat memperlihatkan resistensi terhadap obat-obatan melalui berbagai mekanisme :
a. Mikroorganisme menghasilkan enzim yang merusak obat aktif.
b. Mikroorganisme mengubah permeabilitasnya terhadap obat tersebut.
c. Mikroorganisme mengembangkan sasaran struktur yang diubah terhadapobat.
d. Mikroorganisme mengembangkan jalur metabolisme lain yang melalui jalanpintas reaksi yang dihambat oleh obat.
e. Mikroorganisme membentuk suatu enzim yang telah mengalami perubahantetapi enzim tersebut  masih dapat menjalankan fungsi metabolismenya serta tidak begitu dipengaruhi oleh obat seperti enzim pada bakteri yang peka.(Jawetz et al., 1996)
Penyebab terjadi resistensi mikroba adalah penggunaan antibiotik yangtidak tepat, misalnya penggunaan dengan dosis yang tidak memadai, pemakaianyang tidak teratur atau tidak kontinu, demikian juga waktu pengobatan yang tidakcukup lama. Maka untuk mencegah atau memperlambat timbulnya resistensimikroba, harus diperhatikan cara-cara penggunaan antibiotik yang tepat (Wattimena et al., 1991).
Resistensi dibagi dalam kelompok resistensi genetik, resistensi nongenetik, dan resistansi silang.
a. Resistensi non genetik
Bakteri dalam keadaan istirahat (inaktivitas metabolik) biasanya tidakdipengaruhi oleh antimikroba. Bila berubah menjadi aktif kembali, mikrobakembali bersifat sensitif terhadap antimikroba. Keadaan ini dikenal sebagairesistensi non genetik (Anonim, 1995).



15
B. Resistensi genetik
Terjadinya resistensi kuman terhadap antibiotik umumnya terjadi karenaperubahan genetik. Perubahan genetik bisa terjadi secara kromosomal dan ekstrakromosomal.
       1). Resistensi kromosomal
      Ini terjadi akibat mutasi spontan pada lokus yang mengendalikan kepekaanterhadap obat  antimikroba yang diberikan.
       2). Resistensi ekstrakromosomal (resistensi dipindahkan)Bakteri sering mengandung unsur-unsur genetik ekstrakromosom yangdinamakan plasmid. Bahan genetik dan plasmid tersebut dapat dipindahkan melalui mekanisme transduksi, transformasi, konjugasi, dan translokasi DNA.
C. Resistensi silang
Mikroorganisme yang resisten terhadap suatu obat tertentu dapat pula resistenterhadap obat-obat lain yang memiliki mekanisme kerja yang sama (Jawetz et al.,1996).



















16

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1    Waktu dan Tempat
Dalam melaksanakan tugas akhir praktikum mikrobiologi dilaksanakan pada:
Hari        : Senin
Tanggal  : 30 Mei 2010
Waktu    : 07.30 WIB selesai
Tempat   : Laboratorium  Mikrobiologi  Putra Indonesia Malang.
3.2    Alat dan Bahan
Alat                                                                                         Bahan
1.Tissue                            17.Batang pengaduk                1. Alkohol 70%          
2.Serbet                            18.erlemeyer                             2.NA
3.kapas                             19. Beaker glass                       3.Bakteri S.aureus
4. pipet                             20. Botol infus + selang           4.ekstak biji pepaya
5. asbes                             21. Pelubang hool                   
6. spiritus                          22.kertas saring
7. kaki tiga                                   23.statip
8. pinset                            24.buret
9. kertas cakram               25.sprektometer
10.  alkohol                      26. Alumunium oil
11. cawan petri                 27. Kain kasa
12. blue tip                       28. Korek bensol
13. pelubang hole
14. kertas coklat
15. karet/tali
16. botol semprot





17

3.3Cara kerja

A.    Ekstraksi       
1)      Siapkan biji pepaya basah sebanyak 100 g
2)      Cuci biji tersebut hingga bersih
3)      Keringkan biji dengan sinar matahari
4)      Blender biji tesebut sampai halus
5)      Ayak serbuk dengan ayakan B 12 dan B 14
6)      Timbang ekstrak biji pepaya sebanyak 30 g

B.     Maserasi
1)       Cuci botol sampai bersih dengan sabun, air,aquadest,dan alkohol
2)      Keringkan botol tersebut
3)      Timbang ekstak biji pepaya sebanyak 30 gram
4)      Masukan ekstrak biji pepaya ke dalam botol + ↓ etanol 70% dengan perbandingan  1∕10
5)       Selama proses maserasi ekstrak biji pepaya tersebut harus dikocok
6)       tunggu selama 5 hari dan
7)      Jauhkan dari sinar matahari

C.     Perkolasi
1)      Dari hasil maserasi kemudian diperkolasi
2)      Siapkan  infuse cuci hingga bersih dan keringkan
3)      Masukan kapas dan kain kasa ke dalam botol infus
4)       Hasil dari botol gelap hasil maserasi masukkan dalam infuse, kemudian tambahkan etanol 70% sebanyak 100 ml dan atur kecepatan penetesannya dalam wadah yang telah disediakan (erlemeyer)          
18
4) Setelah habis tambahan etanol lagi sebanyak 50 ml untuk pembilasan dan atur kecepatan penetesannya sedikit lebih lambat dari yang pertama
5) Setelah selesai, sisihkan hasil perkolasi tersebut, masukkan dalam cawan uap  
   

D. Penguapan
     1. Dari hasil perkolasi kemudian diuapkan
     2. Siapkan waterbath dan panasi
     3. Setelah itu taruh cawan penguap yang telah berisi hasil perkolasi
        diatas waterbath.
   
4. panaskan sambil diaduk sampai mendapatkan ekstrak kentalnya 
5. kemudian masukkan dalam botol kecil agar lebih praktisnya

   

19

E  Sterilisasi alat :
     1) Siapkan alat –alat yang akan di gunakan
    2)  Cuci alat (cawanpetri, bluetiip,erlemenyer,dll) dengan
        menggunakan sabun kemudian keringkan
     3)  Bungkus dengan kertas coklat
     4)  Siapkan autoklaf
     5)  Masukkan alat – alat yang akan di sterilkan ke dalam autoklaf

       
   6) Tutup autoklaf
   7)  Atur suhu autoklaf sampai 1200C ,  jika sudah selesai tunggu selama
        15 menit sampai jarum menunjukan angka 0
      

    8) Keluarkan alat – alat dari autoklaf




20


F. Pembuatan media NA

1. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan 
2. timbang media NA sebanyak 2,07 g di timbangan analitik                                                         
 

3. masukkan NA ke dalam erlemeyer kemudian tambahkan aquadest sebanyak 30 ml
4. panaskan dengan kompor listrik hingga mendidih sambil diaduk dengan batang pengaduk
     
5. kemudian tunggu sampai dingin, tutup dengan kapas dan bungkus dengan kertas coklat, masukkan dalam autoklaf untuk ikut dusterilkan
   

21

G.   Suspensi bakteri Staphylococus Aureus

1. siapkan alat spectrometer dan bahan yang diperlukan dalam melakukan suspense bakteri Staphylococus Aureus
2. panaskan spektrometer selama 30 menit
3. ambil 2 tabung, yang pertama isi dengan NaCL sampai batas dan sisihkan, yang kedua cuci terlebih dulu dengan NaCL sedikit saja, panaskan dengan nyala api sampai bersih, setelah itu isi dengan suspense bakteri
4. masukkan dalam apektrometer, ukur dan lihat angka yang menunjukkan tabung pertama sebagai pembanding dan tabung kedua. Angka tabung kedua menunjukkan setengah dari tabung pembanding.
 5.  Masukkan suspensi bakteri dalam beaker glass kecil dan tutup
      dengan alumunium foil
      6.  suspensi bakteri Staphylococus Aureus siap diuji

H.   Praktikum dengan metode Houl Plate
1. Siapkan alat dan bahan yang akan di pakai
2. Ambil cawan petri yang telah disterilakn sebanyak tiga cawan petri
       3.  Pipet bakteri  Staphylococus Aureus sebanyak 1 ml kemudian
          masukkan dalam 3 cawan petri
   
  4. Tuang media NA yang telah di sterilkan yang masih hangat ke dalam
    cawan petri yang telah terisi dengan bakteri Staphylococus Aureus
      dan cawan petri yang masih kosong sebanyak ± 15 ml


22
   
  
 5. Sisihkan cawan petri yang telah terisi media NA saja, satu cawan petri
       yang telah terisi bakteri Sthapylococus Aureus dan media NA
             6. Kemudian pipet ekstrak biji pepaya dan teteskan ke dalam lubang
       yang telah dibuat.
  
 

 7. kemudian tiga cawan tersebut bungkus dengan kertas coklat dan
    beri tanda
 8. masukkan dalam inkubator untuk diinkubasi selama 2 x 24 jam, amati
    dan catat hasilnya







23

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1  Data Hasil Pengamatan

Dalam praktikum ini kami melakukan pengamatan uji aktivitas ekstrak biji papaya  terhadap mikroorganisme.penulis  menggunakan  bakteri staphylococcus aureus yaitu :
Ø  Bakteri Staphlococus Aureus
 

Ø   Ekstrak biji pepaya

 

Ø   Hari pertama, cawan petri 1 (media NA)
               
24

Ø   Hari pertama, cawan petri 2 (bakteri + media NA)
                 

Ø Hari pertama, cawan petri 3 (bakteri + media NA + ekstrak biji pepaya)
                

Ø   Hari kedua, cawan petri 1 (media NA)
                 

Ø   Hari kedua, cawan petri 2 (bakteri + media NA)
                
 
25


Ø   Hari kedua, cawan petri 3 (bakteri + media NA + ekstrak daun salam)
                

4.2   Analisa Prosedur
                  Prosedur uji aktivitas ini menggunakan metode houl plate. Terlebih dulu pembuatan ekstrak biji pepaya sebagai sample bahan penguji dengan mengekstraksi biji pepaya tersebut. Metode yang dipakai adalah ekstraksi, maserasi, perkolasi dan penguapan. Kemudian dari hasil ekstraksi dipakai dalam metode houl plate. Untuk mendapatkan bakteri Staphlococus Aureus yang akan diuji, harus dilakukan suspensei terhadap bakteri, jadi disini saya juga melakukan suspensi terhadap bakteri Staphylococus Aureus untuk mendapatkan bakteri Staphylococus Aureus tersebut.

v  Metode Ekstraksi
    Pertama siapkan biji pepaya basah sebanyak 100 g, setelah itu di cuci biji tersebut sampai bersih , kemudian keringkan biji tersebut dengan sinar matahari,  setelah biji tersebut kering blender biji tersebut sampai halus kemudian di ayak menggunakan ayakan B12 dan B14, setelah diayak timbang ekstrak biji pepaya sebanyak 30g.

v  Metode Maserasi
Pertama siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan. Timbang ekstrak biji pepaya yang telah kering dan halus pada timbangan analitik. Kemudian masukkan dalam botol gelap dan menggunakan perbandingan 1:10 denagn bahan. Tutup botol yang telah berisi ekstrak biji pepaya yang halus dan etanol 70% dan kocok – kocok. Diamkan selama 5 hari sambil sesekali dikocok – kocok.


26
v   Metode perkolasi
Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan. Ambil infuse, cuci dan bersihkan lalu keringkan, bilas dengan aquadest. Kemudian ambil kapas yang dilapisi dengan kasa, masukkan dalam infus untuk menyaring atau mengambil sari dari daun salam yang telah dimaserasi. Terlebih dulu basahi kapas yang dilapisi kasa tersebut dengan etanol sedikit saja kemudian masukkan hasil maserasi dalam infuse yang telah disiapkan, tambahkan etanol 70% sebanyak 100 ml dan gantungkan pada klem pada statif yang telah disiapkan lalu atur tetesan infuse untuk masuk dalam tempat tetesan yang disediakan. Setelah selesai, tambahkan lagi etanol sebanyak 50 ml untuk membilas, atur tetesan sedikit lebih lambat dari tetesan yang pertama. Setelah selesai, sisihkan hasil perkolasi tersebut untuk siap diuapkan.
v  Metode penguapan
Pertama siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan. Siapkan waterbath dan panasi terlebih dulu. Ambil cawan penguap yang telah steril, hasil dari perkolasi tuang dalam cawan penguap tersebut kemudian taruh diatas waterbat, panasi sambil diaduk dan tunggu sampai mendapat hasil ekstrak dari biji pepaya tersebut. Setelah itu masukkan hasil ekstrak biji pepaya dalam botol kecil agar lebih praktis.
v   Metode suspensi bakteri
Pertama siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan. Panasi alat selama 30 menit. Setelah itu, ambil satu tabung pertama, isi  dengan NaCL sampai batas sisihkan. ambil satu tabung kedua lagi kemudian cuci dengan NaCL sedikit saja, kocok dan buang, lalu masukakan nyala api dalam tabung sampai api tidak masuk lagi dalam tabung dan berarti tabung sudah bersih, tapi jika api masih masuk berarti tabung belum bersih, ulangi sampai tabung bersih. Kemudian isi tabung yang sudah bersih tersebut dengan suspense bakteri Sthaphylococus Aureus sampai batas. Ambil tabung pertama yang berisi NaCL dan tabung kedua yang berisi suspense bakteri Sthaphylococus Aureus, masukkan dalam alat yang telah dipanasi, pertama masukkan tabung pertama sebagai pembanding dan ukur berapa angka yng menunjukkan, kemudian masukkan suspensi tabung kedua dan ukur angka yang menunjukkan suspensi bakteri tersebut.
27
Angka yang menunjukkan suspensi bakteri Sthaphylococus Aureus adalah tepat setengah dari angka tabung  pembanding, berarti suspensi bakteri sesuai, jika angka yang menunjukkan tabung suspensi bakteri lebih atau kurang dari tabung pembanding, berarti suspensi bakteri  terlalau pekat ataupun  terlalu encer.  Setelah itu suspensi bakteri tersebut masukkan dalam beaker glass kecil dan tutup dengan aluminum foil. Suspensi bakteri siap di uji.

v  Metode hole plate (sumuran)
         Pertama siapkan alat yang dibutukan kemudian disterilisasi. Setelah itu buat media NA timbang NA masukkan dalam erlemeyer, tambahkan aquades, panaskan hingga mendidih sambil di aduk. Di amkan sampai tidak terlalu panas (hangat). Pipet sample bakteri, masukkan dalam cawan petri yang telah steril. Setelah hangat, tuangkan media NA ke cawan yang telah berisi sample bakteri, kemudian goyang-goyangkan cawan seperti angka delapan supaya sample bakteri merata pada media. Lalu diamkan supaya media memadat. Setelah memadat bagian tengah atau bagian yan diinginkan dilubangi menggunakan alat pelubang. Kemudian pipet ekstrak biji pepaya dan teteskan ke dalam lubang yang telah tdibuat. Diusahakan tetesan ekstrak biji papaya jangan sampai melebihi lubang (tumpah). Lalu cawan petri dibungkus menggunkan kertas coklat dan dimasukkan dalam lemari incubator untuk diinkubasi selama 2 x 24 jam.

4.3   Analisa Hasil
Dari hasil pengamatan yang telah saya lakukan pada cawan petri pertama yang berisi media saja, menunjukkan bahwa adanya jamur pada media tersebut. Untuk cawan petri yang kedua berisi bakteri dan media NA menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri secara merata. Sedangkan pada cawa pwtri ketiga yang berisi bakteri, media NA dan ekstrak daun biji pepaya dengan menggunakan metode houl plate menunjukkan adanya zona bening tetapi hanya sedikit sekali yaitu selebar 0,5 cm. Dari hasil pengamatan tersebut dapat disimpulkan  bahwa ekstrak biji pepaya memiliki kemungkinan kecil untuk dapat menghambat dan membunuh bakteri Ekstrak biji pepaya penyebab penyakit diare.

28

BAB V
KESIMPULAN



5.1Kesimpulan

·         Dari hasil pengamatn praktikum yang telah saya lakukan dapat disimpulkan bahwa ekstrak biji pepaya mempunyai kemungkinan kecil untuk dapat menghambat dan membunuh bakteri Staphlococus Aureus penyebab penyakit diare.
·          Dalam proses uji antibakteri terhadap bakteri, ruangan harus steril dan   benar-benar dijaga agar tidak terkontaminasi dengan mikroorganisme lain, Sehingga akan diperoleh hasil yang baik.




5.2 Kritik dan Saran

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih banyak kekurangan untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya.











29
DAFTAR PUSTAKA

      http://id.wikipedia.org/wiki/Diare.
     http://id.wikipedia.org/wiki/Sthapylococus Aureus.
http://sekarmenur.blogspot.com/2008/05/khasiat-biji pepaya.html.
http://kimia.unp.ac.id/?p=1195.
http://khasiatherbal.tk/tanaman-obat khasiat  biji pepaya.
Anonim, 2006, Tanaman Obat di Indonesia, Cakrawala IPTEK,   http:/www.iptek.net.id/ind/cakra-obat/tanaman obat, 10 Juli 20.
http: // slideshare//igoranus/ pertumbuhan tanaman .biji pepaya //etd.epirintis.UMS.ac.id.
http//www.ifsurbud.wordpress.com/2009/06/25/antimikroba.
     T. Sylvia.2008.Mirobiologi Farmasi.Erlangga:Jakarta

1 komentar:

  1. mau tanya,,biji pepaya empuk tuh,,nah bagian empuknya itu dilepas gak?
    mohon lbh drinci soal pencucian bijinya,,TA saya pke biji pepaya mateng,,
    trims

    BalasHapus